download makalah, skripsi, tesis dll. download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU

Posted: 21 Nov 2010 09:36 PM PST


(KODE PTK-0034X) : TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan modern yang ditandai dengan pesatnya laju informasi dan ilmu pengetahuan serta teknologi menuntut setiap orang memiliki kecepatan dan ketepatan yang tinggi. Kecepatan dan ketepatan dalam menafsirkan dan menyerap informasi baik secara lisan maupun tulisan. Penafsiran dan penyerapan informasi tersebut dapat dilakukan dengan cara membaca, selanjutnya agar mudah mengingatnya melalui cara menulis.
Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar memiliki arti dan peranan penting bagi siswa, karena merupakan awal mula diletakkannya landasan kemampuan berbahasa Indonesia. Hal ini bertambah pentingnya mengingat sebagian besar peserta didik yang memasuki Sekolah Dasar hampir tidak memiliki latar belakang berbahasa Indonesia (Depdikbud 1995: 1).
Kegiatan membaca dan menulis merupakan suatu kegiatan yang unik dan rumit, sehingga seseorang tidak dapat melakukan hal tersebut tanpa mempelajarinya. Bagi sebagian orang kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang bermanfaat. Kemampuam membaca dan menulis merupakan dasar bagi anak untuk menguasai berbagai mata pelajaran. Maka daripada itu, anak harus belajar membaca dengan benar. Membaca dengan benar perlu menguasai teknik belajar membaca, yaitu dengan sikap duduk yang benar, dan letak buku bacaan yang lurus dengan pinggir meja, serta dengan jarak mata dan buku yang sesuai antara 25-30 cm. (Depdiknas,1995: 22).
Demikian juga kemampuan menulis, tanpa memiliki kemampuan siswa akan mengalami kesulitan dalam menyalin, mencatat, dan menyelesaikan tugas sekolah. Mengingat pentingnya kedua kemampuan dan keterampilan tersebut dalam kehidupan, maka membaca menulis permulaan perlu diajarkan di lingkungan sekolah mulai kelas I Sekolah Dasar .
Kegiatan membaca dan menulis merupakan bentuk manifestasi kemampuan berbahasa yang dikuasai setelah kemampuan menyimak dan berbicara. Dibandingkan dengan kedua kegiatan tersebut, keterampilan membaca dan menulis jauh lebih sulit menguasainya. Hal ini disebabkan kemampuan membaca dan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan non kebahasaan.
Mengingat sulitnya menguasai kedua keterampilan tersebut, maka seorang guru atau pengajar harus memiliki penguasaan strategi pembelajaran yang baik dan tepat. Membelajarkan kegiatan membaca dan menulis memang tidak mudah. Sering dijumpai berbagai kesulitan sehingga perlu adanya pemilihan teknik yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pengajaran membaca dan menulis diberikan dengan sederhana mulai kelas I Sekolah Dasar. Pengajaran ini dikenal dengan Membaca Menulis Permulaan dengan "Tujuan memperkenalkan cara membaca dan menulis dengan teknik-teknik tertentu sampai dengan anak mampu mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan, dengan kata lain kalimat sederhana ". (Henry Guntur Tarigan, 1977: 20).
Kemampuan membaca siswa yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan lanjut di kelas yang lebih tinggi. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya. Pada tahapan ini siswa harus benar-benar mendapat perhatian guru, jika dasar itu tidak kuat maka pada tahap membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk mempelajari bidang lainnya.
Sementara itu kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang bersifat produktif, artinya dengan kemampuan membaca menulis siswa dapat menghasilkan suatu karya dalam bentuk tulisan. Banyak hal yang terlibat pada saat seseorang menulis. Berpikir secara teratur dan logis, mampu mengungkapkan gagasan secara jelas, serta mampu menggunakan bahasa secara efektif dan menerapkan kaidah dalam menulis. Sebelum dapat mencapai tingkat kemampuan menulis tersebut siswa harus mulai belajar mengenal lambang-lambang bunyi. Mengingat pentingnya kemampuan membaca dan menulis, maka dalam proses pembelajaran di sekolah guru hendaknya merencanakan segala sesuatunya baik materi, metode dan alat pembelajarannya.
Keluhan tentang kekurangterampilan siswa dalam membaca dan menulis permulaan di Sekolah Dasar pada kelas I dalam pelajaran Bahasa Indonesia saat ini masih sering dirasakan, dalam kenyataan masih ada keluhan guru di Sekolah Dasar mengenai membaca, karena masih ada siswa kelas II, III, dan IV yang belum bisa membaca dengan baik. Faktor- faktor yang menyebabkan siswa tersebut belum bisa membaca dan menulis antara lain: lingkungan keluarga yang tidak kondusif, motivasi siswa dalam membaca permulaan masih rendah, serta penerapan metode dan strategi pengajaran membaca dan menulis permulaan yang kurang tepat.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis siswa Sekolah Dasar dapat diajarkan dengan baik serta diperoleh hasil yang maksimal, maka guru memerlukan suatu strategi yang efektif dan efisien yang dapat diterapkan di Sekolah Dasar. Hal ini senada pendapat Nana Sudjana (1989: 24) yang mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan prestasi belajar yang dikehendaki dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat memilih strategi yang disesuaikan dengan kondisi siswa kelas I SD. Kondisi siswa kelas I SD berbeda dengan kondisi siswa kelas yang lebih tinggi. Siswa kelas I SD sangat peka dan menurut apa yang diajarkan gurunya.
Siswa kelas I SD menganggap guru sebagai idolanya. Apa yang diajarkan guru akan dicontoh pada proses belajarnya. Guru harus dapat memberi contoh belajar yang mudah diikuti oleh siswa, sehingga siswa mampu mencapai tujuan akhir pembelajaran.
Seperti yang diamanatkan dalam UU No 14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Pasal1). Ditegaskan pula bahwa guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Pasal 4).
Mengacu pada isi UU No. 14 Tahun 2005 di atas sangat jelas bahwa guru merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Guru, menurut Sarwiji Suwandi (2003a, 2003d,2004), merupakan variabel determinan bagi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Barangkali Anda bersetuju bahwa siswa- siswa yang berprestasi pada umumnya memiliki akses untuk berkembang dengan lebih baik di bawah bimbingan guru-guru yang profesional serta memiliki kemampuan intelaktual dan kreativitas tinggi.
Faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar salah satunya adalah guru. Maka seorang guru harus memahami kurikulum secara komprehensif mulai dari konsep teori sampai dengan implementasinya di dalam kelas. Namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak jarang ditemukan masalah- masalah, dan kegagalan dalam pembelajaran. Pembelajaran kurang berhasil dengan ditandai prestasi atau nilai yang diperoleh siswa tidak memuaskan. Hal ini bila dikaitkan dengan kemampuan siswa dalam membaca dan menulis permulaan dengan standar kompetensi di kelas I Sekolah Dasar masih rendah. Hal itu juga terjadi di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X kemampuan membaca dan menulis masih rendah.
Salah satu cara untuk mengatasi hal itu, guru harus dapat melakukan terapi dengan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). "Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat" (Wardani, 2000: 14).
Sementara itu, menurut Rohman Natawidjaya (1997), karakteristik penelitian tindakan sebagai berikut: a) merupakan prosedur penelitian di tempat kejadian yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata di tempat yang bersangkutan, b) diterapkan secara kontekstual, artinya variabel-variabel atau faktor- faktor yang ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana penelitian, c) terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu kinerja guru di kelas, d) bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan), e) banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung dari pengamatan atas perilaku serta refleksi peneliti, f) menyerupai "Penelitian Eksperimental", namun tidak secara ketat memperdulikan pengendalian variabel, dan g) bersifat situasional dan spesifik, umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus.
Adapun tujuan penelitian tindakan kelas menurut Rochman Natawidjaya (1977) adalah: a) untuk menanggulangi masalah atau kesulitan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang dihadapi guru dan tenaga kependidikan, terutama yang berkenaan dengan masalah pembelajaran dan pengembangan materi pengajaran, b) untuk memberikan pedoman bagi guru atau administrator pendidikan di sekolah guna memperbaiki dan meningkatkan mutu kinerja atau mengubah system kerjanya agar menjadi lebih baik dan produktif, c) untuk melaksanakan program latihan, terutama pelatihan dalam jabatan guru, yaitu sebagai salah satu strategi palatihan yang bersifat inkuiri agar peserta lebih banyak menghayati dan langsung menerapkan hasil pelatihan tersebut, d) untuk memasukkan unsur - unsur pembaharuan dalam sistem pembelajaran yang sedang berjalan dan sulit untuk ditembus oleh pembaruan pada umumnya, e) untuk membangun dan meningkatkan mutu komunikasi dan interaksi antara praktisi (guru) dengan para peneliti akademis, dan f) untuk perbaikan suasana keseluruhan sistem atau masyarakat sekolah, yang melibatkan administrasi pendidikan, guru, siswa, orang tua, dan pihak lain yang bersangkutan dengan pihak sekolah.
Bertolak dari pendapat di atas, maka seorang guru dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas itu sendiri secara sadar, dan terencana dengan baik. Dengan penelitian tindakan kelas kualitas mengajar lebih baik, dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam belajar mengajar, sehingga kinerja guru dan siswa dapat meningkat pula. Selain itu guru akan terdorong semakin professional. Hal ini akan menyebabkan guru terus merefleksi proses belajar mengajarnya, kemudian melakukan tindakan yang tepat untuk memperbaiki dan mengevaluasi atas kinerjanya sendiri.
Hal ini senada dengan pendapat Imam dkk. (2004) bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Guru akan memperoleh balikan yang bagus dan sistematis untuk perbaikan praktik pembelajaran. Dengan demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar mengajar dapat diterapkan dengan baik atau tidak di kelas. Guru dapat mengadaptasi atau mengadopsi teori itu untuk diterapkan di kelas agar pembelajaran efektif, efisien, fungsional dan optimal.
Dalam penelitian ini ditawarkan salah satu alternatif tindakan dalam pembelajaran membaca menulis permualan di kelas I SD Negeri X, Kecamatan X, yaitu pembelajaran terpadu. Seperti diungkapkan oleh Tim Pengembangan PGSD (1997: 3) "Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individu maupun kelompok aktif mencari menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Guru diharapkan dapat menerapkan pembelajaran terpadu yang holistik, aktif, otentik, dan bermakna dengan pengembangan tema secara terpadu, sehingga terjadi proses pembelajaran otentik, mengenai proses maupun isi untuk semua materi pelajaran, khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia mengenai membaca menulis permulaan.
Guru diharapkan dapat merancang kegiatan pembelajaran, agar siswa mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan baru sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna dan bermanfaat bagi siswa. Untuk menerapkan alternatif melalui pembelajaran terpadu ini, peneliti akan mengadakan kolaborasi dengan guru dan siswa kelas I SD agar dapat memusatkan perhatian dalam pengamatan secara cermat sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Alternatif ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa melalui pembelajaran terpadu, guru lebih kreatif melakukan inovasi pada materi dan media pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Siswa merasa terbantu dalam berlatih, berpikir, dan bernalar karena mereka belajar melalui pengalaman yang nyata. Siswa bebas bertanya, agar dapat mengubah sikap siswa yang tadinya diam dan pasif menjadi bersemangat dan berani mengemukakan pendapat.
Pelajaran membaca dan menulis sebagai dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, maka perlu diupayakan suatu alternatif strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, Khususnya dalam pengajaran membaca dan menulis di Sekolah Dasar. Dalam hal ini guru dapat menerapkan bermacam- macam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan kesiapan guru serta siswa itu sendiri, dengan memperhatikan siswa sebagai subjek dan objek dalam proses belajar yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, agar hasil penelitian ini mendalam dan terfokus maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah dengan penerapan pembelajaran terpadu dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X ?
2. Apa sajakah masalah yang muncul dalam penerapan pembelajaran terpadu pada pembelajaran membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, dapat peneliti sampaikan tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui dan mengatasi masalah yang timbul dalam pembelajaran terpadu, pada pembelajaran membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara teoretis dan secara praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengembangan salah satu teori pembelajaran membaca menulis yang menunjang mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar.
b. Memperkaya khazanah teori/keilmuan yang terkait dengan proses pembelajaran membaca menulis permulaan dengan penerapan pembelajaran terpadu.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dalam penelitian ini adalah :
a. Siswa
Untuk menambah pemahaman mereka bahwa dengan penerapan pembelajaran terpadu akan membantu kemampuan membaca menulis permulaan serta memberikan motivasi belajar.
b. Guru
Untuk mengembangkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran membaca menulis permulaan yang benar- benar efektif dengan jalan penerapan pembelajaran terpadu, serta menambah pengalaman guru untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
c. Sekolah
Untuk memberi gambaran tentang kompetensi guru dalam mengajar, dan kompetensi siswa dalam membaca menulis permulaan, sehingga diharapkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dapat ditingkatkan.
d. Peneliti
Untuk menambah pemahaman wawasan keilmuan dan penelitian guna merancang penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian dan fokus masalah yang berbeda.

TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR

Posted: 21 Nov 2010 09:35 PM PST


(KODE PTK-0033X) : TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa dalam kehidupan sehari-hari sangat memegang peranan penting terutama dalam pengungkapan pikiran seseorang. Konsep, pikiran dan angan-angan seseorang diungkapkan melalui bahasa baik, lisan maupun tertulis.
Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Membaca dan menulis sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa diajarkan di sekolah dengan tujuan agar para siswa dapat mengerti maksud yang terkandung dalam bacaan sehingga dapat memahami isi bacaan dengan baik dan benar.
Menurut St. Y. Slamet (2008: 57) bahwa Membaca dan Menulis Permulaan (MMP) merupakan dua aspek kemampuan berbahasa yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan. Pada waktu guru mengenalkan menulis, tentu anak-anak akan membaca tulisannya. Menulis sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa wajib dikuasai oleh siswa. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Djago Tarigan dan Henry guntur Tarigan (1997:20) bahwa pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan (MMP) dengan tujuan memperkenalkan cara membaca dan menulis dengan teknik-teknik tertentu sampai dengan anak mampu mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan, dengan kata lain kalimat sederhana.
Kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang unik dan rumit, sehingga seseorang tidak dapat melakukan hal tersebut tanpa mempelajarinya, terutama anak usia sekolah dasar yang baru mengenal huruf atau kata-kata.Kemampuan membaca merupakan dasar bagi anak untuk menguasai berbagai bidang studi. Lebih lanjut, dijelaskan oleh J.W. Lerner (1998: 349) anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi di kelas berikut. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar.
Dengan keterampilan membaca dan menulis, seseorang dapat mengerti berbagai macam informasi yang terkandung dalam tulisan secara benar. Keterampilan membaca yang baik dapat dikuasai melalui pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan berlatih secara teratur. Untuk itu diperlukan rencana pembelajaran yang matang yang disusun berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditegaskan bahwa siswa sekolah dasar perlu belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan membaca maupun menulis, sehingga siswa dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan membaca permulaan ditekankan pada membaca nyaring suku kata dan kata serta melafalkan kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat.
Sedangkan dalam keterampilan menulis permulaan ditekankan pada menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, dan menyalin serta dikte. Dalam keterampilan membaca yang baik, di dalamnya perlu dikemukakan secara jelas kompetensi apa yang harus dicapai, kompetensi yang dimiliki siswa, indikator-indikator serta pengalaman belajar apa yang harus benar-benar dilatihkan dan dialami oleh siswa.
Berbagai upaya telah dilakukan guru untuk memberi bekal pengetahuan membaca serta pelatihan membaca, namun kenyataan menunjukkan bahwa sampai sekarang ini kemampuan membaca dan menulis permulaan di kalangan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X masih jauh dari harapan. Berdasarkan wawancara dengan guru, pembelajaran kurang berhasil dengan ditandai prestasi atau nilai yang dicapai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama dalam hal membaca dan menulis kurang memuaskan. Hal ini banyak ditemukan pada siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X yang belum dapat membaca dan menulis dengan baik, sehingga banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari berbagai bidang studi yang lain.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab kesulitan siswa dalam membaca dan menulis adalah: (1) siswa kurang latihan; (2) kemampuan guru yang kurang dalam menggunakan media pembelajaran; (3) sistem kegiatan belajar mengajar yang monoton dan kurang menarik, sehingga siswa bosan.
Pembelajaran membaca dan menulis kelas I SDN X bersifat konvensional, belum menerapkan pembelajaran yang inovatif, dimana siswa belum berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran masih berpusat pada guru (central teaching), selain itu guru belum memanfaatkan media pembelajaran secara maksimal terutama penggunaan media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Dalam penelitian ini peneliti ingin menyampaikan salah satu alternatif tindakan dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dengan media gambar bagi siswa kelas I pada Sekolah Dasar Negeri X. Metode pengajaran dengan menggunakan media gambar merupakan salah satu strategi dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan media gambar ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan bagi siswa. Penggunaan media gambar dalam proses pembelajaran perlu dibahas mengingat sebagian besar siswa kelas I pada Sekolah Dasar Negeri X masih rendah kemampuannya dalam membaca dan menulis.
Media gambar yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa potret, kartu pos, ilustrasi dari buku, dan gambar cetak sesuai dengan tema dalam bacaan. Sedangkan gambar yang digunakan meliputi gambar: orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, peristiwa, dan alam sekitar yang sering di kenal oleh siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X ?
2. Apakah Pembelajaran dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dan motivasi belajar pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X melalui pembelajaran dengan media gambar.
2. Tujuan Khusus Penelitian
Secara khusus, penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk :
a. Meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X.
b. Mengetahui dampak penggunaan media gambar bagi peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah keilmuan yang terkait dengan proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan secara efektif dengan menggunakan media gambar.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah kemampuan membaca dan menulis siswa dengan menggunakan media gambar, sehingga kemampuan membaca dan menulis dapat ditingkatkan.
b. Bagi Guru Kelas
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan guru untuk mengembangkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran membaca dan menulis yang benar-benar efektif dengan menggunakan media gambar, serta dapat menambah pengalaman guru.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang kompetensi guru dalam mengajar dan kompetensi siswa dalam mengembangkan kemampuan membaca dan menulis, sehingga diharapkan kemampuan membaca dan menulis siswa dapat ditingkatkan.
d. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para peneliti lain untuk menambah pemahaman wawasan keilmuan dan penelitian guna merancang penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian dan focus masalah yang berbeda.

TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BERMAIN DRAMA RENDRA

Posted: 21 Nov 2010 09:32 PM PST


(KODE PTK-0032X) : TESIS PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BERMAIN DRAMA RENDRA (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang saat ini cukup banyak mendapat perhatian. Hal tersebut salah satunya dikarenakan masuknya bahasa Indonesia menjadi salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sekolah cukup serius dalam menghadapi ujian nasional, sampai-sampai diberikan prioritas yang lebih terhadap mata pelajaran tersebut, tetapi ironisnya hanya sebatas untuk keperluan menghadapi ujian nasional.
Bahasa memiliki fungsi yang cukup penting sebagai sarana belajar. Sehingga perhatian dari elemen-elemen pembelajaran meningkat terhadap mata pelajaran ini. Namun perlu diketahui bahwa kondisi pada tataran praktis sebagian besar memberi reaksi yang kurang menguntungkan bagi tercapainya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang sebenarnya, yaitu termilikinya kompetensi-kompetensi berbahasa pada diri siswa.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jelas sekali bahwa banyak sekali kompetensi yang harus dicapai dari pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas atau di sekolah. Termilikinya suatu kompetensi dalam diri siswa menjadi salah satu indikator keberhasilan pembelajaran. Memang ketika merujuk pada suatu capaian yang ideal, tugas seorang guru sangatlah berat. Proses pencapaian kompetensi-kompetensi tersebut seringkali terbentur pada masalah-masalah dan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam pembelajaran di lingkup formal (kelas atau sekolah).
Mata pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah mencakup materi kebahasaan dan materi kesastraan. Terdapat empat aspek kompetensi dasar yang dijadikan acuan dalam proses pembelajaran, yaitu kemampuan mendengarkan, kemampuan berbicara, kemampuan membaca, dan kemampuan menulis. Empat kompetensi itu masuk dalam mata pelajaran bahasa Indonesia pada setian jenjang pendidikan. Materi bahasa dan sastra yang terdapat dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, selalu berdasar pada empat kompetensi dasar tersebut dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum terbaru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mempunyai tujuan yaitu termilikinya kompetensi berbahasa pada siswa. Kompetensi yang dimaksudkan adalah kompetensi berbahasa reseptif dan kompetensi berbahasa produktif. Kompetensi berbahasa reseptif meliputi kemampuan mendengarkan dan membaca, dan kemampuan berbahasa produktif meliputi kemampuan berbicara dan menulis.
Kompetensi berbicara sebagai salah satu kompetensi berbahasa produktif, sering kali kurang mendapat pengelolaan yang tepat dalam pembelajaran yang terjadi di kelas. Solusi-solusi yang kerap dimunculkan dalam pembelajaran lebih pada solusi-solusi yang sifatnya kebutuhan sesaat, yaitu untuk keperluan Ujian Nasional. Ketika merujuk juga pada pemakaian pilihan ganda (multiple choise), banyak kompetensi berbahasa yang kurang dapat terwadahi dalam ujian tersebut. Seperti halnya dengan kemampuan berbicara dan menulis, dengan tes mulpitle choise, akan kurang dapat terlihat seberapa kemampuan anak dalam aspek tersebut. Pada akhirnya, orientasi yang berlebihan pada ujian nasional cenderung akan mengesampingkan pembelajaran pada aspek berbicara dan menulis.
Dalam pembelajaran sastra di sekolah khususnya tingkat SMA, terdapat tuntutan capaian kompetensi sastra. Salah satunya kemampuan memerankan tokoh dalam drama. Drama merupakan salah satu bentuk ekspresi yang dituntut untuk dimiliki siswa, sebagai salah satu capaian kompetensi berbahasa dalam ranah sastra. Efek-efek yang muncul tersebut juga menimpa pada materi sastra khususnya pembelajaran yang beraspek kompetensi berbahasa produktif atau aktif yaitu berbicara, lebih khusus lagi kompetensi "mampu memerankan tokoh drama atau cerita...". Meteri seperti itu jelas akan sangat kecil sekali kemungkinannya muncul dalam Ujian Nasional, kalaupun mungkin porsinya pastilah sangat sedikit sekali.
Banyak pengamat menilai pengajaran sastra selama ini berlangsung monoton, tidak menarik, bahkan membosankan. Siswa selama ini tidak diajak untuk menjelajah dan menggauli keagungan nilai yang terkandung dalam teks sastra drama, tetapi sekedar dicekoki dengan pengetahuan-pengetahuan tentang sastra drama yang bercorak teoritis dan hapalan. (Pusat Bahasa, www.com.pusat bahasa.go.id)
Selain itu masalah itu, banyak juga faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap proses pembelajaran materi tersebut. Di antaranya kondisi pendidik, siswa, dan penjabaran materi itu sendiri dalam pembelajaran di kelas. Elemen-elemen tersebut menjadi sangat berberperan dalan keberhasilan proses pembelajaran di kelas, terutama pembelajaran dengan kompetensi berbicara, seperti kemampuan memerankan tokoh drama atau cerita. Di sekolah-sekolah, naskah drama paling tidak diminati. Dalam suatu penelitian Yus Rusyana disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca karya sastra yang tebanyak adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama (Herman J. Waluyo, XXXX : 2). Hal ini disebabkan menghayati naskah drama yang berupa dialog itu cukup sulit dan harus tekun. Dengan pementasan atau pembacaan oleh orang yang terlatih, hambatan tersebut kiranya dapat diatasi. Penghayatan naskah drama lebih sulit daripada penghayatan naskah prosa dan puisi.
Pembelajaran drama mempunyai peran yang cukup penting untuk melatih peserta didik mengasah sisi-sisi kemampuan berekspresi dalam bidang seni. Terlebih lagi dalam aspek memerankan suatu tokoh drama, dengan kemampuan memerankan tokoh drama, peserta didik (siswa) akan dapat mengasah mental mereka. Selain itu dengan memerankan suatu tokoh drama, sisiwa akan dapat menyelami berbagai karakter dari berbagai tokoh dalam drama yang diperankannya. Dengan begitu, siswa akan terlatih untuk dapat terus mengaktualisasikan diri di dalam lingkungannya.
Pembelajaran drama yang terjadi pada tataran praktis seringkali belum menghasilkan pembelajaran yang efektif. Hal tersebut terlihat dari kurangnya pemberian materi yang berkaitan tentang kemampuan memerankan tokoh drama. Seringkali guru langsung memberikan tugas pada siswa untuk membaca atau memahami suatu naskah drama, kemudian siswa diminta memerankan drama tersebut. Sehingga siswa cenderung memerankan tokoh drama tersebut dengan asal-asalan, dan cenderung hanya untuk memenuhi tugas dari guru.
Masalah yang muncul tersebut tidak lepas dari berbagai faktor. Salah satunya adalah wawasan tentang teknik bermain peran. Wawasan atau pengetahuan tentang teknik bermain peran, terutama yang dimiliki oleh guru, akan banyak berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran drama yang dilaksanakan di kelas. Penguasaan terhadap suatu teknik bermain peran akan sangat membantu seseorang untuk memerankan tokoh drama dengan baik.
Berangkat dari hal tersebut, tidak ada alasan untuk mengesampingkan pembelajaran drama di sekolah. Dalam mempelajari drama terutama aspek memerankan tokoh drama, memang sering kali menemui hambatan. Hambatan-hambatan itu sering muncul karena kurangnya pengetahuan tentang bermain drama dari guru maupun siswanya. Berbagai teknik bermain drama sebenarnya dapat dijumpai dalam berbagai literatur, salah satunya adalah teknik bermain drama dari Rendra. Rendra merupakan sosok yang sudah tidak asing lagi di dunia perteateran di Indonesia. Berbagai karya sudah dia hasilkan. Kemampuan dari seorang Rendra sudah tidak diragukan lagi. Salah satu karyanya (dalam bentuk buku) yang berhubungan dengan bermain peran adalah Seni Drama Untuk Remaja. Di dalam buku tersebut terkandung berbagai langkah atau teknik dalam bermain drama bagi pemula termasuk di dalamnya para siswa sekolah.
Salah satu kendala yang sering muncul dalam pembelajaran drama di sekolah, yaitu kurangnya pengetahuan tentang teknik bermain drama, dalam penelitian ini akan coba diuraikan dengan satu alternatif yaitu dengan
menggunakan teknik bermain drama Rendra. Hadirnya teknik bermain drama ini diharapkan akan membantu pembelajaran drama di sekolah.

B. Perumusan Masalah
Berangkat dari uraian pada bagian sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah penerapan teknik bermain drama Rendra dalam meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah penerapan teknik bermain drama Rendra dapat meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
3. Apakah permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
4. Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan proses pembelajaran drama menggunakan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.
2. Meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX melalui penerapan teknik bermain drama Rendra.
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.
4. Mendeskripsikan dan menjelaskan cara mengatasi permasalahan yang muncul dalam penerapan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI IPA 1 SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam pendidikan kebahasaan dan kesastraan, terutama dalam penerapan media dalam pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran drama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Kemampuan siswa dalam memerankan tokoh drama meningkat
2) Minat dan motivasi siswa dalam belajar memerankan tokoh drama meningkat
3) Siswa lebih memiliki keberanian memerankan tokoh drama
b. Bagi Guru
1) Peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran drama dengan penerapan teknik bermain drama Rendra
2) Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penggunaan teknik bermain drama Rendra untuk meningkatkan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa
3) Memberikan solusi atas kesulitan dalam pembelajaran drama khususnya aspek memerankan tokoh drama
4) Meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi drama
c. Bagi Sekolah
1) Sebagai masukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan profesionalisme guru
2) Dapat menumbuhkan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga tercipta kualitas pembelajaran yang baik, aktif, efektif, dan inovatif.

TESIS PTK PENGGUNAAN METODE QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS DITINJAU DARI INTELIGENSIA SISWA DI SMAN X

Posted: 21 Nov 2010 09:31 PM PST


(KODE PTK-0031X) : TESIS PTK PENGGUNAAN METODE QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS DITINJAU DARI INTELIGENSIA SISWA DI SMAN X (MATA PELAJARAN : GEOGRAFI)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan yang bidang kajiannya memungkinkan peserta didik memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia (Depdiknas, 2000 : 533). Pembelajaran Geografi bukan hanya untuk menguasai tentang pengetahuan belaka, tetapi juga untuk mampu menggunakan ilmu yang telah dipelajarinya dan membentuk siswa agar menjadi warga masyarakat yang percaya diri dalam berperan serta secara produktif (Depdiknas, 2000 : 47).
Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran Geografi memiliki makna penting dalam pembentukan manusia yang produktif. Namun demikian, berdasarkan pengamatan proses pembelajaran Geografi di kelas berjalan tidak efektif. Guru lebih mendominasi kelas, siswa lebih bersifat pasif dan tidak berminat atau termotivasi untuk mempelajari materi-materi Geografi dengan lebih mendalam. Hal ini berpengaruh terhadap hasil prestasi yang dicapai oleh siswa yang ditunjukkan melalui nilai ulangan harian.
Ulangan harian siswa kelas XI IPS 1 SMAN X menunjukkan ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai. Hal ini ditunjukkan dari rendahnya nilai yang diperoleh siswa pada saat ulangan harian. Sebagian besar siswa belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal (SKBM = 66) yang ditetapkan oleh sekolah. Hal ini terlihat dari rendahnya rerata nilai untuk kelas tersebut, seperti tersaji pada tabel berikut ini.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Permasalahan rendahnya prestasi belajar siswa tersebut harus segera diatasi. Ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai berarti tujuan pembelajaran juga tidak akan tercapai. Oleh karena itu diupayakan proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara optimal.
Langkah awal yang dapat dilakukan oleh guru dalam memperbaiki proses pembelajaran adalah dengan mengubah paradigma teaching menjadi paradigma learning. Dalam hal ini, guru tidak lagi berperan sebagai penyampai materi dan siswa bukan berperan sebagai kendi kosong yang akan diisi oleh guru. Guru seharusnya tidak mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa hanya duduk, diam, mendengarkan, mencatat, dan mentaati segala perlakuan guru.
Dalam paradigma learning, pusat pembelajaran adalah siswa. Dalam hal ini proses pendidikan menjadi proses bagaimana belajar bersama antara guru dan anak didik (Sidi, 2000: 25). Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar.
Paradigma learning juga secara jelas terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad 21 versi UNESCO. Keempat visi tersebut adalah (1) learning to think, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be.
Keempat visi pendidikan tersebut dapat disimpulkan menjadi learning how to learn. Dalam hal ini pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, tetapi juga berorientasi pada bagaimana seorang siswa bisa belajar dari lingkungan, dari pengalaman, dan dari alam, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya pikir yang imajinatif.
Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan paradigma learning adalah pembelajaran dengan quantum teaching. Pembelajaran quantum teaching merupakan pembelajaran yang berlangsung secara meriah dengan segala suasananya. Pembelajaran ini lebih terpusat kepada siswa, dengan metode pembelajaran yang menyenangkan. Pemakaian berbagai alat bantu seperti penataan bangku yang berbeda-beda, dan musik mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik minat siswa untuk terus mengikuti pembelajaran.
Selain metode pembelajaran, keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Salah satu faktor yang berasal dari dalam diri siswa adalah taraf inteligensia.
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa taraf inteligensia seseorang berpengaruh terhadap kemampuannya menyerap pelajaran atau mengikuti proses pembelajaran. Hamalik (1992:89) mendefinisikan inteligensia sebagai kemampuan untuk memudahkan penyesuaian secara tepat terhadap berbagai segi dari keseluruhan lingkungan seseorang. Dalam hubungan ini dikemukakan konsep yang lebih jauh tentang fungsi inteligensia, yaitu kemampuan-kemampuan untuk belajar di dalam situasi-situasi yang beraneka ragam, memahami dan membandingkan fakta-fakta yang luas dan abstrak dengan cepat dan tepat, memusatkan proses-proses mental terhadap masalah-masalah dan menunjukkan fleksibelitas dan kecerdikan dalam upaya mencari cara-cara penyelesaian
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa taraf inteligensia yang berbeda akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda pula. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa siswa dengan taraf inteligensia yang rendah akan mencapai prestasi belajar yang berbeda dengan siswa yang memiliki taraf inteligensia yang tinggi.
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas pada mata pelajaran Geografi dan dapat meningkatkan presatasi belajar siswa. Selain itu, penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat mengetahui faktor taraf inteligensia terhadap prestasi belajar, aktivitas, dan kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat di muka umum.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah penggunaan metode quantum teaching dapat meningkatkan prestasi belajar Geografi siswa kelas XI di SMAN X dilihat dari taraf inteligensianya?
2. Apakah penggunaan metode quantum teaching dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas XI di SMAN X dalam kegiatan belajar dilihat dari taraf inteligensianya?
3. Apakah penggunaan metode quantum teaching dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas XI di SMAN X dalam menyampaikan pendapat di muka umum dilihat dari taraf inteligensianya?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar Geografi siswa kelas XI di SMAN X dengan metode quantum teaching dilihat dari taraf inteligensianya.
2. Mengetahui peningkatan aktivitas siswa kelas XI di SMAN X dalam kegiatan belajar dengan mempergunakan metode quantum teaching dilihat dari taraf inteligensianya.
3. Mengetahui peningkatan kemampuan siswa kelas XI di SMAN X dalam menyampaikan pendapat di muka umum dengan metode quantum teaching dilihat dari taraf inteligensianya.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat secara teoretis maupun manfaat praktis sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis.
a. Bagi akademik
Pelaksanaan dan hasil penelitian ini dapat menambah atau memperkaya kajian teori di bidang ilmu pengetahuan khususnya mengenai metode pembelajaran.
b. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis baik bagi guru, maupun siswa, sebagai berikut.
a. Bagi guru
1) Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini, guru dapat mengetahui strategi pembelajaran bervariasi yang lebih baik, lebih praktis dan hemat waktu, sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas.
2) Guru akan terbiasa melakukan penelitian kecil yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran serta karier guru itu sendiri.
3) Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru dalam upaya untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa.
4) Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan mempertimbangkan keunikan dan juga taraf inteligensia masing-masing siswa yang berbeda-beda.
b. Bagi siswa
1) Memberi suasana belajar yang menyenangkan
2) Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan penalaran sehingga akan meningkatkan pemahaman mereka.
3) Siswa diberi kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat terekam dengan lebih baik.
4) Siswa diberi kesempatan untuk berani mengemukakan pendapat sehingga meningkatkan rasa percaya diri mereka.
5) Prestasi belajar siswa dapat meningkat.
6) Sebagai model acuan dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa dalam menghadapi kurikulum berbasis kompetensi.

TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN METODE LATIHAN DISTRIBUTED PROGRESSIVE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI PADA MATERI BOLA BASKET DI SMAN X

Posted: 21 Nov 2010 09:29 PM PST


(KODE PTK-0030X) : TESIS PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN METODE LATIHAN DISTRIBUTED PROGRESSIVE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI PADA MATERI BOLA BASKET DI SMAN X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor manusia yang selalu ingin maju dan berkembang. Manusia mempunyai potensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat meningkatkan kualitas bangsanya. Semua itu dapat tercapai apabila didukung oleh berbagai pihak baik dari swasta maupun pemerintah. Pendidikan adalah suatu usaha menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Pendidikan merupakan faktor utama yang menentukan kualitas suatu bangsa. Pendidikan bukanlah sesuatu yang bersifat statis melainkan sesuatu yang bersifat dinamis sehingga selalu menuntut adanya perbaikan yang dilangsungkan terus menerus. "Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota mayarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada" (Syaiful S, 2005 : 3)
Menurut John Dewey dalam bukunya Adang suherman dan Agus Mahendra (2001 : 1) mengatakan "seorang pendidik yang mempunyai andil besar dalam dunia pendidikan, mendefinisikan pendidikan sebagai penataan ulang atau rekontruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan individu sehingga segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakn". Definisi ini mengandung arti bahwa pendidikan seseorang terdiri dari segala sesuatu yang ia lakukan, dari mulai lahir sampai mati, berbuat atau mengerjakan sesuatu, sehingga seseorang belajar dengan cara melakukan segala aktivitas pendidikan yang dapat terjadi di kelas, perpustakaan, tempat bermain, perjalanan atau di rumah.
Pendidikan jasmani adalah disiplin akademik yang bersifat interdisiplin pengembangannya sangat tergantung dari ilmu yang menyangga (psikologi, kesehatan filsafat, pendidikan, pengajaran dan sebagainya). Untuk dapat mengembangkan pendidikan jasmani sebagai disiplin ilmu, prasyarat mutlak yang harus dilaksanakan adalah insan akademik pendidikan jasmani untuk mengeksplorasi ilmu-ilmu penyangga, karena tanpa menguasi ilmu penyangga pendidikan jasmani akan semakin jauh tertinggal, karena pengembangan konsep dan teori ilmu penyangganya maju dengan pesat. Ilmu pengajaran merupakan salah satu penyangga pendidikan jasmani, baik teoritis maupun praktis. Pendidikan jasmani tidak akan berkembang tanpa mengikuti perkembangan ilmu pengajaran. Demikian juga ilmu pengajaran tidak akan berkembang tanpa mengikuti perkembangan teori belajar.
Pendidikan jasmani menitikberatkan proses pendidikan kepada aktifitas jasmani yang memanfaatkan mekanisme gerak atau motorik. Gerak tersebut digunakan sebagai alat untuk mencapai keserasian tindakan yaitu perkembangan jasmani, mental dan rohani, emosional dan sosialnya. Kenyataan yang ada aspek jasmani atau fisik masih sangat dominan dan merupakan hal yang terpenting yang diperhatikan di lapangan ataupun pada proses belajar mengajar di sekolah. Guru pendidikan jasmani biasanya dalam setiap kegiatan pembelajaran selalu mengakhiri dengan evaluasi terhadap keberhasilan anak didik dalam menyerap apa-apa yang telah dipelajari. Kondisi seperti inilah yang dapat menyebabkan kekeliruan salah satu unsur dalam permainan, misalnya yang dinilai adalah hasil dari prestasi siswa bukan proses bagaimana siswa dapat melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran.
Pada dasarnya program pendidikan jasmani memiliki kepentingan yang relatif sama dengan program pendidikan lainnya dalam hal pembelajaran, yaitu sama-sama mengembangkan tiga domain antara lain psikomotor, afektif dan kognitif. Namun demikian, ada satu dan keunikan dari program pendidikan jasmani yang dimiliki oleh program pendidikan lainnya, yaitu dalam hal pengembangan domain psikomotor, yang biasanya dikaitkan dengan tujuan mengembangkan kebugaran jasmani siswa dan pencapaian keterampilan geraknya, disamping itu pendidikan jasmani tetap memiliki kesanggupan untuk meningkatkan aspek-aspek yang berada dalam domain afektif dan kognitif. Konsekuensi dari adanya pembibitan olahraga di sekolah adalah terlibatnya guru-guru pendidikan jasmani sebagai pemilih bibit dan juga pelatih ekstrakurikuler, sehingga para guru pendidikan jasmani dapat secara tepat merancang dan menyediakan pengalaman belajar yang sesuai dengan kemampuan anak dalam ketiga domain di atas. Sasaran yang ditekankan pada tahapan ini antara lain pembinaan mental terutama disiplin dan minat/perhatian terhadap cabang-cabang olahraga.
Untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani, ada beberapa faktor pendukung yang diperlukan antara lain faktor guru sebagai penyampai informasi, siswa sebagai penerima informasi, sarana prasarana dan juga metode atau cara untuk menyampaikan informasi. Metode yang dipilih dan diperkirakan harus cocok digunakan dalam proses pembelajaran teori atau praktek keterampilan, semata-mata untuk meningkatkan efektivitas dan efisien proses. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya mencapai tingkat optimal.
Permainan bola basket di sekolah menengah atas merupakan salah satu media dalam pendidikan jasmani untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik (psikomotor), pengetahuan dan penalaran (kognitif) serta penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial). Permainan bola basket memang kurang populer di masyarakat, kalah dengan cabang-cabang olahraga yang lebih merakyat seperti sepak bola, bola voli dan lainnya. Itu semua dikarenakan beberapa faktor diantaranya minimnya klub-klub bola basket dan pembinaannya, juga dipengaruhi oleh faktor fasilitas yang membutuhkan dana dan tempat yang memenuhi syarat. Berbeda dengan permainan sepak bola dan bola voli yang di mana ada tanah kosong, di situ dapat digunakan untuk bermain. Di dalam pelajaran sekolahpun materi bola basket hanya diminati beberapa siswa yang memang sudah mempunyai rasa senang atau hobi dalam bermain bola basket. Penguasaan keterampilan bermain bola basket pada siswa di SMAN X sampai saat ini belum mencapai hasil yang memuaskan dikarenakan dalam pembelajaran materi yang digunakan belum sepenuhnya tuntas dikarenakan kurang efektifnya program yang diberikan. Dalam materi bola basket masih banyak siswa cenderung pasif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Mayoritas siswa SMAN X kurang begitu senang dengan permainan bola basket, ini dibuktikan dengan fakta yang ada yaitu dari hasil evaluasi belajar yang masih rendah dan hasil pengamatan dilapangan yang membuktikan jarang sekali siswa menggunakan waktu luangnya memanfaatkan lapangan untuk bermain bola basket. Hasil pengamatan guru pendidikan jasmani menemukan kendala-kendala yang menjadi pemicu rendahnya hasil belajar bola basket di SMAN X antara lain metode pembelajaran yang kurang menyasar pada materi yang diterapkan, program latihan yang tidak konsisten yang menyebabkan siswa menjadi bingung dan bosan. Siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang monoton sehingga siswa tidak konsentrasi pada materi yang diberikan. Jadi banyak siswa terutama siswa putri merasa malas untuk bermain bola basket dengan alasan bamyak hal, anggapan susah mempelajari teknik bermain merupakan alasan yang paling menonjol di dalam benak dan pikiran siswa. Kemonotonan guru dalam menggunakan metode pembelajaran secara konvensional sangat berpengaruh terhadap respon siswa. Maka dari hasil pengamatan tersebut di atas diharapkan guru pendidikan jasmani berupaya menemukan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan mencari metode pembelajaran yang tepat sehingga pembelajaran menjadi menarik dan memberikan ruang bagi siswa untuk berkreativitas dan terlibat secara aktif sepanjang proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam praktek pembelajaran pendidikan jasmani umumnya dan permainan boa basket khususnya, cenderung berpusat pada guru, dimana para siswa melakukan latihan fisik atau latihan keterampilan dasar berdasarkan perintah dari guru. Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan oleh siswa karena inisiatif sendiri. Masih banyak guru-guru pendidikan jasmani ketika mengajar mempergunakan pendekatan atau metode konvensional yang paling disenangi dalam pelaksanaan proses pembelajaran secara konvensional sering mengabaikan tugas-tugas ajar dan tidak sesuai dengan taraf perkembangan anak.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sangat berhubungan dengan situasi belajar. Pertimbangan penggunaan metode pembelajaran tertentu harus memperhatikan dalam kondisi bagaimana dan di mana proses pembelajaran tersebut dilaksanakan. Kondisi belajar juga berhubungan dengan karakteristik dari materi pelajaran. Dengan demikian karakteristik dari materi pelajaran juga harus dipertimbangkan dalam memilih metode pembelajaran. Jadi untuk mengatasi masalah pembelajaran tersebut dan untuk meningkatkan pestasi keterampilan bermain bola basket, maka guru perlu melakukan tindakan kelas yang memiliki tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil pembelajaran serta meningkatkan efisiensi pengelolaan pembelajaran.
Metode yang digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran bola basket tersebut adalah metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) atau latihan bertahap dengan diselingi istirahat dengan alasan metode tersebut yang lebih banyak dipelajari dan dianggap lebih praktis oleh guru pendidikan jasmani. Metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) merupakan prosedur dan cara-cara pemilihan latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan dan kompleksitas. Metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) ini merupakan cara didalam proses tercapaianya sebuah latihan yang dicapai para pelatih atau guru di dalam istilah umum metode merupakan sebuah modifikasi, stimulasi dari suatu kenyataan yang disusun dari elemen yang khusus dari sejumlah fenomena yang dapat diawasi dan diselidiki oleh seseorang. Jadi dapat disimpulkan melalui metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) guru berusaha untuk mengarahkan dan mengorganisir latihan sesuai dengan tujuannya. Metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) keterampilan bola basket dengan menggunakan latihan bertahap dapat mengembangkan keterampilan bermain bola basket dan dalam setiap tahapan latihan diselingi dengan istirahat, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pelajaran pendidikan jasmani. Dengan menggunakan metode latihan terdistribusi progresif (distributed progressive) diharapkan dapat memperbaiki kelemahan metode konvensional dan tidak tersisakan lagi, karena bagian-bagian dari metode konvensional tersebut diintegrasikan ke dalam bagian latihan yang lebih maju secara bertahap, sehingga akhirnya siswa tiba pada keutuhan gerak secara terencana. Disamping diberi latihan dengan menggunakan metode terdistribusi progresif (distributed progressive) siswa juga diberi pemahaman dan motivasi agar dapat mengembangkan penalarannya untuk berpikir maju yang bertujuan meningkatkan penampilan siswa dalam keterampilan bola basket secara tepat dan efisien dan dalam kesempatan itu pula keterampilan motorik juga ikut berkembang. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode latihan terdistribusi progresif (distributedprogressive) pada keterampilan bola basket diharapkan guru dapat memberikan beberapa penilaian dalam satu kegiatan pembelajaran. Dan diharapkan pula siswa menjadi aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran bola basket dan semakin menyenangi permainan tersebut.
Siswa dikatakan berhasil mencapai kompetensi dalam melakukan pembelajaran pendidikan jasmani pada materi bola basket kelas XI IPS semester gasal tahun pelajaran XXXX/XXXX di SMAN X Kabupaten Boyolali apabila rata-rata hasil tes bola basket mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 65. Oleh karena itu, peneliti memiliki pandangan bahwa penerapan metode latihan dalam pembelajaran bola basket harus tepat, yaitu dengan penelitian tindakan kelas (PTK). Dengan penelitian tindakan kelas guru akan dapat mengetahui secara jelas masalah-masalah yang ada di kelasnya, dan bagaimana cara mengatasi masalah itu. Di samping itu juga guru dapat memperbaiki parktek-praktek pembelajaran dan penilaian sehingga lebih efektif. Berangkat dari keinginan peneliti untuk memberikan perbaikan terhadap hasil pembelajaran pendidikan jasmani pada materi bola basket inilah peneliti melakukan penelitian tindakan kelas di SMAN X.

B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak pada uraian di atas, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan strategi pembelajaran dalam permainan bola basket. Maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah dengan menggunakan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive akan dapat meningkatkan motivasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS.1 SMAN X?
2. Apakah dengan menggunakan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive akan dapat meningkatkan prestasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS.1 SMAN X?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, dapat disampaikan tujuan penelitian, yaitu :
1. Untuk mengetahui peningkatkan motivasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS melalui penerapan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive.
2. Untuk mengetahui peningkatkan prestasi belajar pendidikan jasmani pada materi bola basket siswa kelas XI IPS melalui penerapan strategi pembelajaran dengan metode latihan distributed progressive.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang telah ada, yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti khususnya tentang pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani khususnya materi bola basket.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi guru
1. Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan menganalisis masalah yang muncul di kelas.
2. Guru memiliki variasi dalam strategi dan proses pembelajaran.
3. Guru memahami perbedaan individu siswa.
4. Guru mendapatkan pengetahuan dan wawasan dalam menentukan model pembelajaran.
5. Guru mampu melakukan penelitian tindakan kelas.
b. Manfaat bagi siswa
1. Siswa timbul keberanian untuk mengembangkan daya kreasi.
2. Siswa berkembang kemampuan daya pikirnya.
3. Tumbuh kompetensi antar siswa.
4. Siswa termotivasi untuk belajar keterampilan secara lebih baik.
5. Siswa terdorong untuk aktif dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan bermain bola basket.
c. Manfaat bagi sekolah
1. Penelitian tindakan kelas bermanfaat dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran yang merupakan kunci terdapatnya kualitas sekolah. Jika kualitas pembelajaran meningkat diharapkan prestasi siswa juga meningkat yang merupakan indikator tercapainya kulaitas sekolah.
2. Penelitian tindakan kelas bermanfaat mengangkat citra lembaga pendidikan yang kreatif dan inovatif.
3. Sebagai masukan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran pada mata pelajaran yang lain.
d. Manfaat bagi perpustakaan sekolah
Menambah khasanah perpustakaan sekolah tentang peningkatan prestasi pendidikan jasmani dengan menggunakan model pembelajaran keterampilan bermain bola basket.
e. Manfaat bagi pengembang profesi
Bagi guru pengembang profesi, metode pembelajaran olahraga khususnya cabang olahraga permainan bola basket, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya dalam mendisain strategi pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Kesehatan di SMA.

TESIS PTK PENERAPAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MODEL INKUIRI SEBAGAI USAHA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA SMP

Posted: 21 Nov 2010 09:28 PM PST


(KODE PTK-0029X) : TESIS PTK PENERAPAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MODEL INKUIRI SEBAGAI USAHA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA SMP (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran bahasa yang sangat penting karena bahasa merupakan fenomena social yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masyarakat itu sendiri. Bahasa sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai perekat sesama mereka, sebagai alat komunikasi dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya dan sekaligus sebagai identitas kebudayaan. Bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional, bahasa Inggris digunakan dengan jangkauan distribusi yang sangat luas sebagai bahasa informasi dunia, ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta sebagai media komunikasi masyarakat antar bangsa. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang penuh dengan komunikasi dalam bahasa Inggris, diperlukan pemberdayaan kemampuan berbahasa Inggris. Oleh karena itu tidak berlebihan jika kiranya di katakan bahwa sumber daya manusia Indonesia yang ideal adalah sumber daya yang melengkapi diri dengan ketrampilan berbahasa Inggris.
Dari data dilapangan, bahwa pada umumnya kemampuan bahasa Inggris masih kurang memuaskan,dimana para siswa sudah belajar minimal enam tahun belajar bahasa Inggris dari SMP sampai SMA bahkan ada yang mulai dari SD, tetapi sebagian besar mereka masih kurang mampu dalam berbicara bahasa Inggris dengan baik (Nurdin Somantri, 2003: 1). Selain itu suasana belajar yang tidak menyenangkan juga masalah yang menghadang dalam pembelajaran bahasa Inggris. Jika dilihat dari input prestasi siswa ketika masuk pada umumnya di sekolah belum mampu berbahasa Inggris dengan baik, maka dalam pembelajaran bahasa Inggris harus dipahami bahwa setiap konsep kegiatan mengajar secara implicit terkandung konsep kegiatan belajarnya. Dengan kata lain pengajaran itu sendiri mengandung kegiatan - kegiatan yang menjadikan anak itu belajar dan pengajaran yang baik tentu akan melihat kondisi dan berbagai aspek yang ada pada diri peserta belajar dengan sebaik-baiknya. Disini guru mempunyai peranan penting untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar terutama pada mata pelajaran bahasa Inggris.
Tujuan pembelajaran bahasa Inggris di SMP maupun SMA adalah untuk membekali siswa dapat menguasai katrampilan berkomunikasi yang meliputi: listening, speaking, reading, dan writing, serta dapat berkomunikasi secara lesan dan tertulis sesuai dengan konteks dengan lancar dan akurat dalam kehidupan sehari-hari (Kurikulum 2004 ).
Sunardi (1997: 2) menyatakan penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah penggunaaan metode pembelajaran yang kurang tepat, alat evaluasi yang kurang baik ataupun materi yang diberikan kurang sesuai dengan tingkat berfikir siswa. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan bahasa Inggris sudah dilakukan oleh beberapa pihak , terutama pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini dapat dilihat dengan adanya penyempurnaan Kurikulum, perbaikan sistem pembelajaran, peningkatan kualifikasi guru, dan pengadaan alat pelajaran.
Dalam rangka peningkatan proses belajar mengajar bahasa Inggris, telah banyak diterapkan pendekatan, strategi, media ataupun model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, salah satunya adalah dengan model inkuiri. Belajar dikatakan baik jika siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pengajaran (Sastrawijaya, 1991: 87).
Inkuiri merupakan model pembelajaran yang digunakan lebih mengedepankan adanya pemberian kelleluasaan dan kesempatan pada peserta didik melalui pelaksanaan pembelajaran yang menumbuhkan daya aktifitas, kreatifitas, dan efektifitas, dala pola pembelajaran yang menyenamgkan (UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003). Sasaran akhir pembelajaran ini dapat mendorong siswa membuat hubngan antar pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya sasaran tersebut perlu dilakukan penilaian, yakni serangkaian kegiatan penilaian yang menyangkut proses dan hasil belajar siswa.
Penilaian merupakan instrumen yang efektif untuk mengetahui berhasil tidaknya proses pembelajaran apabila hasilnya dijadikan acuan umpan balik (feedback) bagi guru maupun siswa itu sendiri. Penilaian yang masih diberlakukan dan dikembangkan masih menghandalkan tes sebagai satu-satunya alat penilaian. Untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem penilaian tersebut salah satunya dengan penilaian portofolio. Penilaian portofolio adalah pengumpulan informasi atau data secara sistematik atas hasil pekerjaan siswa. Dalam hal ini hasil siswa berupa hasil tes, hasil ulangan, hasil LKS, hasil observasi, dan sebagainya.
Pengumpulan informasi atau data hasil pekerjaan siswa secara sitematik itu hanya sekedar proses mengumpulkan namun berdasarkan hasil-hasil pekerjaan siswa dalam kurun waktu tertentu digunakan sebagai umpan balik bagi guru maupun siswa yang bersangkutan. Bagi guru perkembangan hasil pekerjaan siswa dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki cara atau metode pembelajaran yang digunakan olehnya. Disamping itu dengan melakukan analisis terhadap pekerjaan siswa, guru dapat lebih mengenal karakter siswanya. Bagi siswa dengan meneliti dan menganalisis hasil-hasil pekerjaannya akan berguna untuk memperbaiki atau mengoreksi kekurangan dan kesalahannya serta meningkatkan kemampuannnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diadakan penelitian dengan judul "Penerapan Penilaian Portofolio Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Model Inkuiri Sebagai Usaha Peningkatan Hasil Belajar Siswa SMP"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ,secara umum masalah penelitian ini adalah apakah penilaian portofolio cocok digunakan dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan model Inkuiri di SMP X ?
Rumusan masalah ini dapat di uraikan dengan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat meningkatkan motivasi siswa ?
2. Apakah penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran belajar bahasa Inggris model inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
3. Mengapa ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji apakah penilaian portofolio cocok digunakan dalam pembelajaran dengan model Inkuiri di SMP. Adapun tujuan khususnya sebagai berikut :
1. Untuk mengkaji motivasi siswa terhadap penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran bahasa Inggris model Inkuiri di SMPN X ?
2. Untuk mengkaji prestasi hasil belajar bahasa Inggris siswa SMPN X setelah pembelajaran menggunakan model Inkuiri dengan penilaian portofolio.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dari segi akademik dan dari segi praktis.
1. Manfaat bagi akademik, peneliti ini dapat membantu guru menghasilkan pengetahuan yang sahih dan relevan bagi kelas mereka untuk memperbaiki cara belajar dan pembelajaran bahasa Inggris sebagai meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Manfaat bagi praktisi, peneliti tindakan kelas ini dapat melaksanakan inovasi belajar dan pembelajaran dari tingkat dasar, dapat mengembangkan kurikulum di tingkat kelas, serta dapat meningkatkan profesionalisme guru melalui proses latian secara sistematik dan berkelanjutan.

TESIS PTK PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X 7 SMAN X

Posted: 21 Nov 2010 09:26 PM PST


(KODE PTK-0028X) : TESIS PTK PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X 7 SMAN X (MATA PELAJARAN : MATEMATIKA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sering kita jumpai jika anak ditanya pelajaran apa yang paling tidak disukai jawabannya adalah matematika, pelajaran apa yang paling memusingkan adalah matematika, guru apa yang paling dibenci adalah guru matematika dan sebagainya. Maka berdasarkan fenomena tersebut dari sekian rangkaian proses pembelajaran matematika jelas ada sesuatu yang salah, pengamatan kami terhadap proses pembelajaran matematika siswa kelas X 7 SMA Negeri X ditemukan data bahwa sebagian siswa memiliki motivasi dan kemampuan yang rendah, khususnya dalam menguasai materi dimensi tiga. Pada sebagian siswa yang lain dimana mereka sebenarnya menyenangi pelajaran matematika, namun pada saat mempelajari materi dimensi tiga menjadi malas dan bahkan semangat belajarnya berkurang. Hal itu dapat berpengaruh pada proses belajar mereka di kelas berikutnya.
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari rendahnya prestasi belajar siswa, terutama pada mata pelajaran yang dianggap sulit seperti matematika, fisika, dan bahasa inggris. Salah satu pokok bahasan dalam mata pelajaran matematika yang diberikan ditingkat SMA pada kelas X semester II adalah dimensi tiga. Banyak siswa menganggap materi tersebut sukar dipahami terutama untuk menggambar dan memahami bagian-bagian bangun ruang, karena siswa dituntut untuk dapat berfikir abstrak.
Pelaksanaan kegiatan balajar mengajar belum dapat berjalan secara maksimal karena dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: 1) tuntutan materi pelajaran yang cukup padat dan alokasi waktu yang terbatas, membuat guru lebih mementingkan mengejar materi, 2) guru kurang memanfaatkan penggunaan media pembelajaran disebabkan mereka belum mengetahui keuntungan/manfaat yang diperoleh dari penggunaan media dalam pelaksanaan belajar mengajar. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan media secara efektif yakni mempercepat proses belajar mengajar dan membantu memudahkan siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru, memperbesar perhatian siswa, memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara yang lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam mengajar.
Guru harus bisa memilih media yang tepat dan menarik saat mengajar. Media Pembelajaran yang menarik bagi siswa dapat dilakukan dengan mengetahui bagaimana karakteristik siswa tersebut, sehingga dengan mengetahui karakteristik siswa maka kita dapat menentukan media yang tepat digunakan dalam proses belajar mengajar. Penggunaan media yang sesuai akan membuat siswa tertarik dan senang dengan pelajaran yang kita berikan sehingga akan timbul dorongan dari dalam diri siswa untuk belajar.
Sebagai guru matematika, peneliti berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan melakukan beberapa inovasi dalam pembelajaran guna untuk mencari solusi terhadap kesulitan para siswa yang selama ini memiliki motivasi dan kemampuan rendah, maupun mereka yang memiliki kemauan belajar tinggi namun setelah mereka mempelajari materi dimensi tiga menjadi kendor.
Munculnya permasalahan dalam pembelajaran matematika tersebut dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar siswa. Faktor yang mempengaruhi dari dalam diri siswa antara lain: motivasi, intelegensi, kreativitas, dan gaya belajar siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa mungkin metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi kurang tepat. Guru masih menggunakan metode konvensional. Guru hanya mentransfer pengetahuan kepada murid secara satu arah, siswa belajar hanya dengan mendengarkan dan mencatat pelajaran, siswa tidak memahami konsep karena siswa hanya menghafal rumus sehingga tidak ada kebermaknaan dalam mempelajari materi tersebut yang sebenarnya banyak aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang dapat mengakomodir kebutuhan siswa tersebut, salah satunya dengan penerapan metode pembelajaran yang tepat.
Dengan fenomena semacam itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang tepat untuk memecahkan kebuntuan yang selama ini terjadi, yaitu sulitnya para siswa dalam memahami materi dimensi tiga. Salah satu model pembelajaran yang dinilai sesuai adalah model pembelajaran menggunakan media pembelajaran. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran tersebut untuk meningkatkan prestasi siswa dalam memahami materi dimensi tiga.
Untuk mengatasi problem tersebut akan digunakan model pembelajaran menggunakan media pembelajaran, karena memiliki beberapa kelebihan yaitu: (1) efisiensi waktu pembelajaran karena siswa dapat menghayati secara langsung secara visual lewat alat peraga yang digunakan, 2) meningkatkan motivasi belajar karena setiap siswa merasa berkesempatan untuk memahami lebih mendalam dengan vasilitas multi media, 3) memberi kesempatan pada siswa untuk menjelaskan pemahamannya baik secara verbal maupun visual sehingga mereka akan lebih memahami materi yang dpelajari, dan 4) memberi kesempaatan melakukan inovasi dalam memberdayakan multi media dalam pembelajaran.
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah 75% siswa memiliki kemampuan pemahaman dalam menguasai materi dimensi tiga dan mendapatkan nilai tes formatif > 60.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat peneliti rumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah melalui penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X 7 SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah melalui penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan upaya meningkatkan motivasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X 7 SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX.
2. Untuk mendeskripsikan upaya meningkatkan prestasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X 7 SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat memiliki manfaat teoritis maupun praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis:
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat:
a. Dapat memberikan kontribusi keilmuan yang bermanfaat dalam dunia pendidikan mengenai penggunaan media pembelajaran dalam upaya meningkatkan prestasi belajar.
b. Dapat menjadi bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi penelitian di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan sejenis.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat untuk:
a. Siswa:
Mendapatkan kemudahan dalam belajar dan memahami materi dimensi tiga yang disampaikan oleh guru.
b. Guru
Sebagai masukan bagi guru bidang studi matematika dalam menentukan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi pelajaran yang bersangkutan, dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswanya.
c. Sekolah:
Sebagai masukan bagi sekolah bahwa dengan adanya media pembelajaran akan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan demikian sangat bermanfaat bagi sekolah dalam hubungannya dengan kelulusan siswa.
d. Peneliti:
Menambah wawasan tentang media dan metode dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS VII B SMP X MENGGUNAKAN MEDIA CERITA BERGAMBAR

Posted: 21 Nov 2010 09:25 PM PST


(KODE PTK-0027) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS VII B SMP X MENGGUNAKAN MEDIA CERITA BERGAMBAR (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain: melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan mutu manajemen sekolah. serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Upaya tersebut diharapkan membawa dampak positif terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan, seperti: mengaplikasikan berbagai teori belajar di bidang pengajaran; kemampuan memilih dan menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien; kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif; dan kemampuan menciptakan suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam proses belajar-mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, guru memegang tugas dan tanggung jawab merencanakan serta melaksanakan pengajaran di sekolah. Guru harus dapat memberikan rangsangan untuk menimbulkan proses berpikir siswa. Guru harus mampu menyediakan fasilitas agar terjadi interaksi antara siswa dan siswa, serta antara siswa dan konsep-konsep yang dipelajarinya sehingga proses berpikir terbina.
Upaya meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia, telah ditanamkan sejak jenjang pendidikan terbawah. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Penguasaan bahasa Indonesia yang baik dapat diketahui dari standar kompetensi yang meliputi, membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan (menyimak).
Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Secara umum tujuan pembelajaran keterampilan menulis, yaitu siswa mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan/pendapat secara tertulis ataupun sebagai kegiatan mengekspresikan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, ide, imaji, aspirasi dan lain-lain (Yant Mujiyanto, dkk., 2000:70). Sejalan dengan tujuan tersebut, peran budaya menulis semakin menempati kedudukan yang sentral di dalam kehidupan modern. Tanpa budaya menulis, arus komunikasi dan informasi akan terputus sehingga manusia akan terkungkung dalam keterbelakangan dan kebodohan. Hal itu disebabkan terputusnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesulitan siswa melakukan aktivitas menulis di sekolah maupun kekurangtepatan guru memilih strategi pembelajaran menulis menjadi faktor penyebab ketidakberhasilan sekolah menjadikan menulis sebagai suatu budaya/tradisi baik bagi siswa ataupun guru tersebut. Merupakan hal sangat mungkin apabila pelajaran menulis menjadi kegiatan yang membosankan bagi siswa. Indikasi hal ini terlihat juga di SMP X. Nilai rata-rata pelajaran menulis siswa kelas VII B menduduki peringkat terbawah dari kelima aspek penilaian berbahasa dan bersastra Indonesia. Standar nilai kelulusan mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut adalah 60. Nilai tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1 berikut.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Data di atas diperoleh peneliti dari nilai rapor tengah semester genap siswa kelas VII B SMP X. Berdasarkan wawancara antara peneliti dan guru, didapat gambaran mengenai kesulitan kegiatan menulis siswa, yaitu salah satunya kosakata yang dimiliki siswa terbatas mengingat mereka masih menduduki tingkat pertama pendididikan menengah pertama. Berdasarkan hasil survei pratindakan, diperoleh gambaran awal kondisi pembelajaran di kelas VII B yang menunjukkan bahwa 20 atau siswa kurang antusisas mengikuti pelajaran menulis. Pada saat mengikuti pelajaran, siswa menunjukkan sikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan pelajaran sepenuhnya.
Menurut siswa pembelajaran menulis itu tidak menyenangkan karena mereka merasa kesulitan merangkaikan kata. Di lain pihak, guru mengatakan pelajaran menulis keterampilan berbahasa adalah pelajaran yang paling tidak dikuasai siswa. Pembelajaran menulis adalah momok dalam pelajaran bahasa Indonesia bagi siswa karena mereka harus berpikir dan menuangkan pikirannya dalam bahasa tulis sekaligus. Keterbatasan kosakata siswa cukup memengaruhi minat siswa dalam mengembangkan idenya untuk dituangkan menjadi tulisan. Akibatnya mereka jadi enggan dan mengikuti pelajaran menulis.
Guru kesulitan menemukan teknik yang tepat untuk mengajarkan materi menulis narasi. Selama ini dalam mengajarkan materi menulis narasi, guru menggunakan metode ceramah dan tugas. Pada awal kegiatan belajar-mengajar, guru menerapkan pembekalan materi mengenai pengertian menulis narasi sambil memberi pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang tulisan narasi. Kemudian guru mengajarkan kepada siswa materi menulis narasi, bagaimana membedakan tulisan narasi, argumentasi, deskripsi, eksposisi, dan persuasi. Selanjutnya, siswa diminta membuat tulisan narasi sesuai dengan penjelasan guru. Siswa masih mengalami kesulitan membuat tulisan narasi yang baik, terbukti hasil pekerjaan menulis narasi siswa belum maksimal. Kesulitan yang banyak dialami siswa adalah cara mengembangkan ide dan mengatur ide tersebut agar dapat ditulis secara runtut.
Ada beberapa pemasalahan berkaitan dengan sarana prasarana yang berupa belum maksimalnya pemanfaatan fasilitas pembelajaran. Guru belum memanfaatkan fasilitas yang disediakan sekolah untuk menunjang proses pembelajaran. Ketersediaan laboratorium, dan perpustakaan tidak diaplikasikan dalam proses belajar-mengajar. Guru hanya terpaku pada satu suasana pembelajaran di dalam kelas. Seharusnya fasilitas yang disediakan sekolah dapat bermanfaat bila dikelola

dan digunakan dengan baik oleh guru. Selain itu materi ajar yang digunakan belum variatif. Selama proses pembelajaran guru hanya menggunakan satu buku acuan saja. Buku tersebut berjudul "Pintar Berbahasa Indonesia" karangan J. S. Badudu. Guru belum berusaha mengembangkan peman-faatan materi ajar dari sumber lain.
Berbagai hal yang muncul tersebut terkait tentang kesulitan yang dihadapi dalam pelajaran menulis, memerlukan penerapan suatu media pembelajaran yang efektif dan dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran yang bermacam-macam menyebabkan guru harus selektif memilih penggunaan media pembelajaran. Media yang efektif untuk pengajaran materi tertentu belum tentu efektif untuk mengajarkan materi lainnya. Setiap materi mempunyai karakteristik dan turut menentukan pula media yang digunakan untuk menyampaikan materi tersebut. Begitu pula dalam pembelajaran menulis, guru harus bisa memilih dan menggunakan media sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga nantinya mampu mencapai tujuan pembelajaran.
Sudarwan Danim (1994:7) mengemukakan bahwa media dalam pembelajaran merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru dalam rangka memperlancar penyampaian materi pada peserta didik. Media pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar-mengajar. Selama penerapan pembelajaran, guru dapat menciptakan suasana belajar yang menarik perhatian dengan memanfaatkan media pembelajaran yang kreatif, inovatif ,dan variatif.
Masataka (2002:2) berpendapat bahwa membuat seorang anak mengingat berbagai jenis informasi, kata-kata, dan tulisan yang sedemikian banyak, bukan merupakan cara efektif untuk mengembangkan memorinya. Kunci pengembangan memori anak-anak adalah dengan mendorong mereka menyusun sebuah kisah dan merangkai sejumlah kata-kata yang mereka miliki. Aen Trisnawati (2005:1) juga berpendapat bahwa fantasi merupakan unsur paling menarik dalam kehidupan anak-anak. Fantasi sangat mendominasi kehidupan mereka karena merupakan unsur yang mendukung kreativitas. Anak-anak bisa memandang hal-hal yang tidak mungkin menjadi hal yang mungkin dengan fantasinya.
Aen Trisnawati (2005:1) berpendapat bahwa cerita bergambar ataupun komik merupakan buku cerita yang banyak disukai anak-anak dibandingkan buku cerita lainnya. Nilai lebih komik terletak pada unsur fantasi yang menghibur dan adanya unsur visual. Unsur visual inilah yang menarik minat baca anak-anak. Karena unsur visual ini, anak-anak dapat dengan mudah mengikuti jalan cerita di samping dapat membedakan peran-peran tokoh dalam cerita tersebut. Di dalam cergam atau komik pun, latar kejadian/tempat tokoh-tokoh berperan tersaji jelas.
Secara umum, penggunaan media cergam sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa. Ari Wijayanti (2006:4) mengungkapkan manfaat penggunaan cergam sebagai media dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam: (1) menyusun cerita berdasarkan rangkaian gambar secara urut sehingga menjadi karangan narasi yang utuh, (2) memadukan kalimat menjadi karangan narasi yang padu dengan menggunakan kata sambung yang tepat, dan (3) menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar dalam karangan narasi.
Penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media cergam belum pernah diteliti oleh orang lain di SMP X. Selain itu, pembelajaran menulis narasi yang berlangsung di sana hanya berkisar tentang pemberian materi berdasarkan cerita nongambar yang menuntut siswa mengembangkan kreativitas menulis narasi tanpa media apapun. Atas dasar itu, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian terhadap permasalahan di atas. Mengingat berbagai nilai posiif yang terkandung dalam cergam, wajar rasanya apabila media tersebut digunakan dalam pembelajaran menulis narasi. Penelitian ini diharapakan membawa dampak positif bagi guru dan siswa dalam rangka peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis narasi di sekolah tersebut.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam pada siswa kelas VII B SMP X?
2. Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam pada siswa kelas VII B SMP X?
3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam pada siswa kelas VII B SMP X?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan:
a. Proses pembelajaran keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam.
b. Hasil peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam.
c. Kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan kebahasaan, terutama dalam kegiatan menulis narasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru:
1) menawarkan inovasi terhadap pembelajaran menulis narasi;
2) memberi solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran menulis narasi;
3) meningkatkan kualitas mata pelajaran bahasa Indonesia.
b. Bagi siswa:
1) membantu mengatasi kesulitan pembelajaran menulis narasi dengan memanfaatkan media cergam;
2) melatih siswa untuk terampil menulis narasi.

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDISKUSI SISWA KELAS IX A SMPN X

Posted: 21 Nov 2010 09:23 PM PST


(KODE PTK-0026) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDISKUSI SISWA KELAS IX A SMPN X (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor dalam pengajaran atau proses belajar mengajar. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah. Lubis (2006: 1) menyatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pengajaran, kemampuan memilih, menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Zanikhan (XXXX: 1), guru bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama (SMP), mengakui bahwa pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP belum berlangsung seperti yang diharapkan. Guru cenderung menggunakan teknik pembelajaran yang bercorak teoretis dan hafalan sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung kaku, monoton, dan membosankan. Hal ini menyebabkan siswa tidak termotivasi, sering malas mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dan bersikap menyepelekan pelajaran ini.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Oleh sebab itu, pada kurikulum saat ini, silabus mata pelajaran bahasa Indonesia sudah memilah pembelajaran bahasa Indonesia dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa kelas IX SMP. Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai siswa adalah keterampilan menyampaikan pendapat secara lisan melalui diskusi. Standar kompetensi yang harus dicapai siswa di semester II ini adalah siswa dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler. Ada dua kompetensi dasar yang harus dicapai siswa kelas IX SMP pada pembelajaran berbicara semester genap ini yaitu (1) berpidato/berceramah/berkhotbah dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume suara yang jelas; dan (2) menerapkan prinsip-prinsip diskusi.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap kegiatan mengajar di kelas, penilaian guru terhadap keterampilan berbicara siswa, dan diskusi antara guru Bahasa Indonesia dan peneliti dapat dikemukakan bahwa keterampilan berbicara khususnya berdiskusi siswa kelas IX A SMP N X tahun ajaran XXXX/XXXX masih kurang. Hal ini tampak dari tiga kali tugas untuk berbicara yakni melalui wawancara, diskusi, dan presentasi laporan yang dilakukan siswa kelas IX A SMP N X. Pada umumnya siswa malu dan tidak percaya diri ketika berbicara di depan kelas. Selain itu, cara penyampaian siswa juga kurang baik, suara kurang jelas, dan pilihan kata yang digunakan juga masih kurang variatif. Demikian juga ketika siswa diminta mendiskusikan suatu topik, hanya ada beberapa siswa saja yang mau mengemukakan pendapat. Ketika berdiskusi, hanya siswa yang aktif saja yang berbicara dan menyampaikan pendapat. Siswa yang lain hanya sebagai pendengar saja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan observasi peneliti, ditemukan beberapa fakta yang menyebabkan keterampilan berbicara, khususnya berdiskusi siswa kelas IXA masih belum memadai. Hal ini teridentifikasi dari deskripsi nilai dalam diskusi tersebut adalah ada 26 siswa masih belum tuntas, masih memperoleh nilai kurang dari 65. Ada 2 siswa mendapat nilai 40, 2 siswa juga memperoleh nilai 45, 1 siswa mendapat nilai 49, 2 siswa mendapat nilai 50, 4 siswa yang mendapat nilai 55, dan 2 siswa mendapat nilai 58. Lebih lanjut, ada 12 siswa yang mendapat nilai 60 dan ada 1 siswa yang memperoleh nilai 62. Siswa yang tuntas dalam pembelajaran diskusi ini ada 8 siswa. Perincian nilai siswa yang tuntas adalah ada 5 siswa yang mendapat nilai 65, ada 2 siswa mendapat nilai 68, dan 1 siswa mendapat nilai 70. Dengan demikian, nilai terendah pada pembelajaran diskusi ini adalah 40 sebanyak 2 siswa. Nilai tertinggi pembelajaran diskusi ini adalah 70 yang berhasil diperoleh oleh 1 siswa. Rata-rata nilai berdiskusi ini adalah 59, dengan persentase ketuntasan adalah 23,5%.
Siswa yang lain hanya berbicara ketika ditunjuk guru untuk berbicara saja. Bahkan banyak yang masih malu dan tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapat dalam diskusi. Indikator lain yang menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa dalam diskusi masih rendah adalah kelancaran siswa dalam berbicara masih kurang, struktur kalimat dan kosakata yang digunakan juga kurang tepat. Ada beberapa siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa Jawa dan Indonesia.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, permasalahan tentang keterampilan berdiskusi timbul karena: (1) siswa takut mengungkapkan ide kepada teman-teman; (2) siswa kurang percaya diri terhadap kemampuan berbicaranya; (3) guru belum menggunakan strategi pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran; dan (4) guru kurang memberikan motivasi kepada siswa.
Selain hal-hal diatas, keterampilan berdiskusi siswa yang rendah ini juga disebabkan pembelajaran berdiskusi secara praktik langsung sangat jarang dilakukan. Guru lebih sering menjelaskan tentang teori diskusi daripada praktik diskusi. Guru juga lebih sering meminta siswa untuk praktik menulis atau membaca dari pada praktik berbicara. Guru lebih suka menilai tulisan siswa daripada menilai keterampilan berbicara siswa, misalnya diskusi secara langsung. Hal tersebut dipengaruhi waktu pelajaran yang hanya 80 menit sekali pertemuan. Waktu yang tersedia hanya satu kali pertemuan karena masih ada materi lain yang harus segera diselesaikan. Hal demikian mengakibatkan siswa kurang terlatih untuk berbicara atau mengungkapkan ide dan gagasannya di depan orang lain.
Fakta-fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi masih kurang optimal. Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang dapat mendorong seluruh siswa untuk aktif dalam menyampaikan pendapat atau pikiran dan perasaan secara lisan. Pembelajaran akan lebih optimal jika pendekatan atau metode yang digunakan tepat. Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama keterampilan berdiskusi, diperlukan pendekatan yang lebih menekankan kerjasama siswa, keaktifan, dan kreativitas siswa serta ada kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan informasi.
Anita Lie (2008: 6) mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Akan tetapi, strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha dan mendorong siswa untuk berpartisipasi. Sebagian besar siswa hanya sebagai penonton saja, sedangkan yang menguasai kelas hanya beberapa siswa. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran seperti itu adalah dengan pembelajaran kooperatif. Anita Lie (2008: 17) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sering disebut sistem pengajaran gotong-royong.
Melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan bekerja bersama dalam kelompoknya, kemudian berdiskusi tentang suatu informasi, dan mengungkapkannya kepada kelompok lain. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Neo (2005: 12) dalam penelitian yang berjudul "Engaging Students in Group-based Co-operative Learning-A Malaysian Perspective" menjelaskan bahwa "As students worked together in groups, they shared information and came to each other's aid. They were a team whose players worked together to achieve group goals successfully". Hasil penelitian Neo menunjukkan bahwa setelah pembelajaran kooperatif diterapkan, ada reaksi positif dari siswa yang ditunjukkan dengan motivasi belajar yang meningkat.
Salah satu teknik yang ada dalam metode pembelajaran kooperatif adalah Two Stay Two Stray. Melalui metode kooperatif teknik Two Stay Two Stray diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya dalam kelompoknya sendiri, kemudian dalam kelompok lain. Sejalan dengan hal tersebut, Anita Lie (2008: 61) juga mengungkapkan bahwa dalam struktur Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Melalui teknik Two Stay Two Stray ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing kelompok 4 siswa. Mereka berdiskusi atau bekerja sama membuat laporan suatu peristiwa dengan tema tertentu yang disampaikan guru. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau menyampaikan informasi kepada tamu mereka. Siswa yang menjadi tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri. Mereka melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain. Kemudian siswa membuat laporan tentang hasil diskusi tersebut.
Melalui penerapan metode ini, banyak hal positif yang bisa diperoleh. Salah satunya guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran karena dua siswa (sebagai tuan rumah) diminta tampil berbicara yaitu melaporkan secara lisan hasil diskusi kepada kelompok lain. Dua siswa lain (sebagai tamu) juga pergi ke kelompok lain untuk mendengarkan presentasi kelompok lain dan berdiskusi disana. Hal tersebut tentunya sangat berbeda ketika siswa atau kelompok maju satu per satu ke depan kelas. Waktu yang diperlukan untuk hal tersebut tentu lebih lama.
Melalui metode kooperatif Two Stay Two Stray ini, siswa akan bekerja secara berkelompok. Ketika melaporkan ke kelompok lain juga secara berpasangan (2 orang) sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut dan grogi ketika mengungkapkan hasil diskusi kepada kelompok lain. Hal ini juga menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
Keunggulan lain adalah melalui teknik Two Stay Two Stray tersebut, siswa dikondisikan aktif mempelajari bahan diskusi atau hal yang akan dilaporkan, karena setiap siswa memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempelajari bahan tersebut bersama kelompok ketika menjadi 'tamu' maupun 'tuan rumah'. Dengan demikian, pengetahuan dan wawasan siswa berkembang, siswa lebih menguasai topik diskusi itu sehingga kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi dengan judul: "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan:
1. Kualitas proses pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX; dan
2. Kualitas hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memperkaya khasanah pengetahuan bahasa dan memperluas wawasan tentang pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah, terutama pembelajaran keterampilan berdiskusi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1. Siswa termotivasi dalam pembelajaran keterampilan berdiskusi.
2. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray pada pembelajaran berdiskusi, siswa SMP akan dilatih dan dibiasakan bekerja sama serta menjaga kekompakan kelompok.
3. Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray memungkinkan dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
b. Bagi Guru
1. Upaya menawarkan inovasi dalam metode pembelajaran keterampilan berdiskusi.
2. Menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan sehingga dapat menarik perhatian siswa.
3. Sarana bagi guru untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran yang inovatif.
4. Meningkatkan kinerja guru karena dengan metode ini dapat mengefektifkan waktu pembelajaran berdiskusi.
c. Bagi Peneliti
1. Memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya tentang keterampilan berdiskusi.
2. Mendapatkan fakta bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
d. Bagi Sekolah
1. Sebagai inovasi pembelaj aran yang dilaksanakan guru.
2. Memberikan pengalaman pada guru lain untuk menerapkan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dengan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray.

Related Post: